M. Surya (1988:12) berpendapat bahwa bimbingan adalah
suatu proses pemberian atau layanan bantuan yang terus-menerus dan sistematis,
dari pembimbing kepada yang dibimbing, agar tercapai perkembangan yang optimal
dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Bimbingan ialah penolong individu, agar dapat mengenal
dirinya dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam
kehidupannya (Oemar Hamalik, 2000:193).
Bimbingan adalah suatu proses yang terus-menerus,
untuk membantu perkembangan individu dalam rangka mengembangkan kemampuannya
secara maksimal, untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi
dirinya maupun bagi masyarakat (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:11).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik sebuah
intisari bahwa bimbingan merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada
individu, agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu
siswa agar memahami dirinya (self-understanding), menerima dirinya
(self-acceptance), mengarahkan dirinya (self-direction), dan merealisasikan
dirinya (self-realization).
Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami
suatu masalah, yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien
(Prayitno, 1997:106).
Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan
kepada seseorang, supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan pada diri
sendiri, memanfaatkannya untuk memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan
datang (Mungin Eddy Wibowo, 1986:39).
Dari pengertian tersebut, dapat
dirangkum ciri-ciri pokok konseling, yaitu:
- adanya bantuan dari seorang ahli,
- proses pemberian bantuan dilakukan dengan wawancara konseling, dan
- bantuan diberikan kepada individu yang mengalami masalah, agar memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri dalam mengatasi masalah, guna memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang.
Perlunya Bimbingan dan Konseling di SD
Jika ditinjau secara mendalam, setidaknya ada tiga hal
utama yang melatarbelakangi perlunya bimbingan, yakni tinjauan secara umum,
sosiokultural, dan aspek psikologis.
Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan
berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu:
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman
dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Mahaesa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab,
mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka perlu
mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam pendidikan, salah satunya
adalah komponen bimbingan. Bila dicermati dari sudut sosiokultural, yang
melatarbelakangi perlunya proses bimbingan adalah adanya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang pesat, sehingga berdampak di setiap dimensi
kehidupan. Hal tersebut semakin diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk
yang tinggi, sementara laju lapangan pekerjaan relatif menetap.
Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9), ada lima
hal yang melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah, yakni:
- masalah perkembangan individu,
- masalah perbedaan individual,
- masalah kebutuhan individu,
- masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
- masalah belajar.
Fungsi Bimbingan dan Konseling di SD
Sugiyo, dkk. (1987:14) menyatakan bahwa ada tiga
fungsi bimbingan dan konseling, yaitu:
- Fungsi Penyaluran (distributive)
Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam
membantu menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan yang
ada di sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah
lanjutan/sambungan ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat,
cita-cita, dan ciri-ciri kepribadiannya. Di samping itu, fungsi ini juga
meliputi bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah; misalnya membantu
menempatkan anak dalam kelompok belajar.
- Fungsi Penyesuaian (adjustive)
Fungsi penyesuaian ialah fungsi bimbingan dalam
membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi yang sehat. Dalam berbagai
teknik bimbingan, khususnya dalam teknik konseling, siswa dibantu menghadapi
dan memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitannya. Fungsi ini juga
membantu siswa dalam usaha mengembangkan dirinya secara optimal.
- Fungsi Adaptasi (adaptive)
Fungsi adaptasi ialah fungsi bimbingan dalam rangka
membantu staf sekolah, khususnya guru, dalam mengadaptasikan program pengajaran
dengan ciri khusus dan kebutuhan pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi ini,
pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri, kebutuhan minat dan kemampuan,
serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru. Dengan data ini guru berusaha
untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para siswa, sehingga para siswa
memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan bakat, cita-cita, kebutuhan,
dan minat (Sugiyo, 1987:14).
Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling
di SD
Prinsip merupakan paduan hasil kegiatan teori dan
telaah lapangan, yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang
dimaksudkan (Prayitno,1997:219). Berikut ini prinsip-prinsip bimbingan
konseling yang diramu dari sejumlah sumber.
- Sikap dan tingkah laku seseorang sebagai pencerminan dari segala kejiwaannya adalah unik dan khas. Keunikan ini memberikan ciri atau merupakan aspek kepribadian seseorang. Prinsip bimbingan adalah memerhatikan keunikan, sikap, dan tingkah laku seseorang, sehingga dalam memberikan layanan perlu menggunakan cara-cara yang sesuai/tepat.
- Tiap individu memunyai berbagai kebutuhan yang berbeda. Oleh karenanya, dalam memberikan bimbingan yang efektif, perlu memilih teknik-teknik yang sesuai dengan perbedaan dan berbagai kebutuhan individu.
- Bimbingan pada prinsipnya diarahkan pada suatu bantuan, sehingga pada akhirnya orang yang dibantu mampu menghadapi dan mengatasi kesulitannya sendiri.
- Dalam suatu proses bimbingan, orang yang dibimbing harus aktif dan banyak berinisiatif, karena proses bimbingan pada prinsipnya berpusat pada orang yang dibimbing.
- Prinsip pelimpahan dalam bimbingan perlu dilakukan. Ini terjadi apabila masalah yang timbul tidak dapat diselesaikan oleh sekolah (guru bimbingan). Untuk menangani masalah tersebut, perlu diserahkan kepada petugas/lembaga lain yang lebih ahli.
- Pada tahap awal bimbingan, pada prinsipnya dimulai dengan kegiatan identifikasi kebutuhan dan kesulitan-kesulitan yang dialami individu yang dibimbing.
- Proses bimbingan pada prinsipnya dilaksanakan secara fleksibel, sesuai dengan kebutuhan yang dibimbing dan kondisi lingkungan masyarakatnya.
- Program bimbingan dan konseling di sekolah harus sejalan dengan program pendidikan pada sekolah yang bersangkutan. Hal ini merupakan keharusan karena usaha bimbingan memunyai peran untuk memperlancar jalannya proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.
- Pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah hendaklah dipimpin oleh seorang konselor/guru yang benar-benar memiliki keahlian dalam bidang bimbingan. Selain itu, ia memunyai kesanggupan bekerja sama dengan konselor/guru lain yang terlibat.
- Program bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya senantiasa dievaluasi secara teratur. Maksud penilaian ini untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program bimbingan. Sayangnya, tahap evaluasi dalam layanan bimbingan konseling ini tampaknya masih sering dilupakan. Padahal sebenarnya tahap evaluasi sangat penting artinya, di samping untuk menilai tingkat keberhasilan juga untuk menyempurnakan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling (Prayitno, 1997:219).
Kegiatan BK dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi
Berdasarkan Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi
bidang Bimbingan Konseling (2004) dinyatakan bahwa kerangka kerja layanan BK
dikembangkan dalam suatu program BK, antara lain:
a) Layanan dasar bimbingan -- bimbingan
yang bertujuan untuk membantu seluruh siswa mengembangkan perilaku efektif dan
keterampilan-keterampilan hidup yang mengacu pada tugas-tugas perkembangan
siswa SD
b) Layanan responsif -- layanan bimbingan yang
bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh
peserta didik saat ini. Layanan ini lebih bersifat preventif atau mungkin
kuratif. Strategi yang digunakan adalah konseling individual, konseling
kelompok, dan konsultasi.
Isi layanan
responsif adalah bidang pendidikan, belajar, sosial, pribadi, karier, tata
tertib SD, narkotika dan perjudian, perilaku sosial, serta bidang kehidupan
lainnya.
c) Layanan perencanaan individual --
layanan bimbingan yang membantu seluruh peserta didik dan mengimplementasikan
rencana-rencana pendidikan, karier, dan kehidupan sosial dan pribadinya. Tujuan
utama dari layanan ini adalah untuk membantu siswa, memantau pertumbuhan, dan
memahami perkembangan sendiri.
d) Dukungan sistem -- kegiatan-kegiatan
manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara, dan meningkatkan progam
bimbingan secara menyeluruh. Hal itu dilaksanakan melalui pengembangan
profesionalitas, hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf
ahli/penasihat, masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian, dan
pengembangan (Thomas Ellis, 1990).
Kegiatan
utama layanan dasar bimbingan yang responsif dan mengandung perencanaan
individual serta memiliki dukungan sistem dalam implementasinya didukung oleh
beberapa jenis layanan BK, yakni: layanan pengumpulan data, layanan informasi,
layanan penempatan, layanan konseling, layanan melimpahkan ke pihak lain, dan
layanan penilaian dan tindak lanjut (Nurihsan, 2005:21).
Peran Guru Kelas dalam Kegiatan BK
di SD
Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum
Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar.
Oleh karena itu, peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat
penting untuk mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan
peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
a. Informator: Guru berperan sebagai pengajar
informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan
akademik, maupun umum.
b. Organisator: Guru sebagai pengelola kegiatan
akademik, silabus, jadwal pelajaran, dll..
c. Motivator: Guru harus mampu merangsang dan
memberikan dorongan, serta penguatan untuk mendinamiskan potensi siswa, menumbuhkan
swadaya (aktivitas), dan daya cipta (kreativitas), sehingga terjadi dinamika di
dalam proses belajar-mengajar.
d. Direktur: Guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e. Inisiator: Guru sebagai pencetus ide dalam
proses belajar-mengajar.
f.
Transmiter: Guru
bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g. Fasilitator: Guru memberikan fasilitas atau
kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
h. Mediator: Guru sebagai penengah dalam
kegiatan belajar siswa.
i.
Evaluator: Guru
memunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik
maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana keberhasilan
anak didiknya.
Di Posting Oleh Nurhaera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar